Thursday, September 29, 2016

Perjalanan Mencari FLP

Perjalanan Mencari FLP


Saya tidak begitu ingat kapan tepatnya mengenal FLP. Namun logo FLP sudah lama terasa familier di novel-novel yang pernah saya baca. Berbeda dengan orang lain yang mungkin sedari awal sudah mengenal Forum Lingkar Pena. Terkhusus mereka yang sudah memiliki hobi atau kecenderungan dengan menulis sejak kecil. Saya baru memulai semuanya sedari bangku kuliah. Saya baru tahu belakangan bahwa FLP ternyata forum untuk belajar menulis. Satu hal yang masih menjadi pegangan dari tekad saya waktu itu. Saya ingin menjadi penulis. Maka saya mesti masuk FLP.

FLP ternyata organisasi besar. Organisasi ini sudah banyak melambungkan nama-nama hebat ke langit angkasa. Asma Nadia, Pipit Senja, Helvi Tiana Rosa, merupakan wanita-wanita hebat penulis FLP. Sedangkan FLP Mesir mempunyai “singa” sendiri, Habiburrahman El Shirazy. Ayat-Ayat Cinta-nya sudah banyak mengantarkan para santri menjejaki tanah Mesir ini guna menuntut ilmu. Dengan begitu bertambahlah kegirangan saya dengan status sebagai anggota FLP cabang Mesir.


Proses saya bergabung FLP melalui jalan yang cukup pelik. Saya tahu di Mesir ada FLP semenjak tahun 2008. Saat itu seorang teman memberi saya ID Yahoo messenger, atas nama Arif Friyadi. Beliau ketua FLP cabang Mesir kala itu. Langsung saya add dan sapa, lalu mengutarakan niat untuk bergabung dengan forum penulisan tersebut. Beliau langsung menerima dan membalas ramah. Percakapan itu sudah lama basi. Sehingga tahu-tahu saya diberi informasi bahwa ketua FLP sudah berganti.

Waktu itu saya tidak lantas kecewa. Walaupun sudah sangat lama “dianggurin”. Saya masih memiliki tekad menjadi penulis. Setelah lama berselang, saya melanjutkan pencarian, ketua atau entah siapa yang bersangkutan dengan forum yang mulai membuat saya penasaran ini. Sampai akhirnya saya diperkenalkan dengan sebuah nama, Teguh Hudaya. Hanya nama, tanpa kontak apa pun. Kala itu media sosial belum sepopuler sekarang. Menemukan orang hanya dengan satu clue berupa nama saja tidak cukup.

Pertengahan tahun 2009 akhirnya saya dipertemukan dengan Teguh di sebuah warung makan milik mahasiswa Indonesia. Dia bekerja di sana, tapi malangnya dia sudah tak lagi menjabat sebagai ketua. Saya baru bisa bergabung saat FLP Mesir diketuai almarhum Ahmad Harir. Hampir satu tahun lamanya mencari, baru saya bisa bergabung FLP. Seperti anggota baru lainnya, saya lebih sering diam karena belum banyak tahu. Alhamdulillah teman-teman senior yang tidak sungkan membagikan pengetahuan perihal menulis. Hari-hari yang saya jalani di FLP membuat saya lebih akrab dengan dunia tulis menulis.

Tahun berganti, kepengurusan pun bertukar. Anggota semakin berkurang. Ada yang memiliki kesibukan sendiri; ada yang pulang karena sudah menamatkan kuliah. Anggota FLP Mesir yang hadir dalam pertemuan hanya tinggal hitungan jari. Tidak pernah lebih dari sepuluh orang. Selain itu FLP Mesir juga tidak memiliki sekretariat. Saya pikir wajar di dalam wadah keorganisasian sekali-sekali mengalami kelesuan. Mungkin sekarang giliran FLP Mesir yang lagi ditimpa hal seperti itu. Puncak kelesuan itu bahkan menyebabkan sampai vakum hingga beberapa bulan. Anggota FLP Mesir akhirnya berpencar-pencar entah ke mana.

Setelah semester baru... tiba-tiba saya dikagetkan dengan pemberitahuan bahwa ketua FLP Mesir sudah berganti. Saya tidak dilibatkan dalam pemilihan dan pergantian ketua tersebut. Saya tak merasa kecewa, sedikit, mungkin. Barangkali saya waktu itu sulit dihubungi. Pemilihan itu juga karena mendadak, dalam misi “Menyelamatkan FLP”. Berikutnya kegiatan berjalan seperti biasanya.

Di akhir masa jabatan, saat laporan pertanggungjawaban dan pemilihan ketua. Kala itu ada sembilan orang yang hadir. Masing-masing orang memilih dua suara. Saya kaget karena perolehan suara untuk saya terus bertambah. Ada sembilan suara untuk saya, yang berarti hampir semua orang di ruangan itu memilih saya. Akhirnya saya terpilih menjadi ketua. Saya tak tahu kenapa saya bisa jadi ketua. Apakah karena saya anggota yang paling lama, sementara yang lain masih tergolong anggota baru. Alasan mereka memilih, apakah karena pengalaman menulis, saya juga tidak yakin.

Momen kebersamaan; pemilihan ketua.

Awal menjadi ketua saya tak tahu mau melakukan apa. Ketakutan akan masalah yang sama yang dialami kepengurusan sebelumnya masih menghantui. Tak ada sekretariat, kekurangan anggota, dan dana yang surut. Kalau bukan karena teman-teman yang rela meminjamkan rumahnya untuk menjadi tempat kegiatan, tak tahu lagi mau ke mana. Kami bedah karya dari rumah teman A, besoknya bedah di rumah B. Ada beberapa kali yang sempat tetap di satu rumah, ada saatnya berpindah-pindah lagi. Saya sangat sadar, kegiatan FLP memang benar-benar karena sokongan dari teman-teman.

Soal karya mungkin belum berpunya, ilmu penulisan belum seberapa. Menjadi ketua FLP Mesir bukan sekadar jabatan bagi saya. FLP bukan sekadar organisasi belaka. Tapi di sinilah saya memulai hidup. Tak pernah saya merasa lebih hidup selain saat berada di FLP. Saya hanya bisa bercanda dan tertawa lepas hanya dengan teman-teman di FLP. Mereka seperti keluarga. Mungkin yang paling berkesan selama saya di Mesir ini adalah momen-momen ketika saya di FLP. Bila ditanya, apa yang paling berkesan dari masa muda saya, dengan gampang saya akan menjawab tiga huruf, FLP. Ketika tua, forum inilah yang tak kan pernah luput dari ingatan. 

*tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Forum Lingkar Pena



No comments:

Post a Comment