Perjalanan Mencari FLP
Saya tidak begitu
ingat kapan tepatnya mengenal FLP. Namun logo FLP sudah lama terasa familier di
novel-novel yang pernah saya baca. Berbeda dengan orang lain yang mungkin
sedari awal sudah mengenal Forum Lingkar Pena. Terkhusus mereka yang sudah
memiliki hobi atau kecenderungan dengan menulis sejak kecil. Saya baru memulai
semuanya sedari bangku kuliah. Saya baru tahu belakangan bahwa FLP ternyata
forum untuk belajar menulis. Satu hal yang masih menjadi pegangan dari tekad
saya waktu itu. Saya ingin menjadi penulis. Maka saya mesti masuk FLP.
FLP ternyata
organisasi besar. Organisasi ini sudah banyak melambungkan nama-nama hebat ke
langit angkasa. Asma Nadia, Pipit Senja, Helvi Tiana Rosa, merupakan
wanita-wanita hebat penulis FLP. Sedangkan FLP Mesir mempunyai “singa” sendiri,
Habiburrahman El Shirazy. Ayat-Ayat Cinta-nya sudah banyak mengantarkan
para santri menjejaki tanah Mesir ini guna menuntut ilmu. Dengan begitu
bertambahlah kegirangan saya dengan status sebagai anggota FLP cabang Mesir.
Proses saya bergabung
FLP melalui jalan yang cukup pelik. Saya tahu di Mesir ada FLP semenjak tahun
2008. Saat itu seorang teman memberi saya ID Yahoo messenger, atas nama
Arif Friyadi. Beliau ketua FLP cabang Mesir kala itu. Langsung saya add
dan sapa, lalu mengutarakan niat untuk bergabung dengan forum penulisan
tersebut. Beliau langsung menerima dan membalas ramah. Percakapan itu sudah
lama basi. Sehingga tahu-tahu saya diberi informasi bahwa ketua FLP sudah
berganti.
Waktu itu saya tidak
lantas kecewa. Walaupun sudah sangat lama “dianggurin”. Saya masih memiliki tekad
menjadi penulis. Setelah lama berselang, saya melanjutkan pencarian, ketua atau
entah siapa yang bersangkutan dengan forum yang mulai membuat saya penasaran
ini. Sampai akhirnya saya diperkenalkan dengan sebuah nama, Teguh Hudaya. Hanya
nama, tanpa kontak apa pun. Kala itu media sosial belum sepopuler sekarang.
Menemukan orang hanya dengan satu clue berupa nama saja tidak cukup.
Pertengahan tahun
2009 akhirnya saya dipertemukan dengan Teguh di sebuah warung makan milik
mahasiswa Indonesia. Dia bekerja di sana, tapi malangnya dia sudah tak lagi
menjabat sebagai ketua. Saya baru bisa bergabung saat FLP Mesir diketuai
almarhum Ahmad Harir. Hampir satu tahun lamanya mencari, baru saya bisa
bergabung FLP. Seperti anggota baru lainnya, saya lebih sering diam karena
belum banyak tahu. Alhamdulillah teman-teman senior yang tidak sungkan
membagikan pengetahuan perihal menulis. Hari-hari yang saya jalani di FLP
membuat saya lebih akrab dengan dunia tulis menulis.
Tahun berganti,
kepengurusan pun bertukar. Anggota semakin berkurang. Ada yang memiliki
kesibukan sendiri; ada yang pulang karena sudah menamatkan kuliah. Anggota FLP
Mesir yang hadir dalam pertemuan hanya tinggal hitungan jari. Tidak pernah
lebih dari sepuluh orang. Selain itu FLP Mesir juga tidak memiliki sekretariat.
Saya pikir wajar di dalam wadah keorganisasian sekali-sekali mengalami
kelesuan. Mungkin sekarang giliran FLP Mesir yang lagi ditimpa hal seperti itu.
Puncak kelesuan itu bahkan menyebabkan sampai vakum hingga beberapa bulan.
Anggota FLP Mesir akhirnya berpencar-pencar entah ke mana.
Setelah semester
baru... tiba-tiba saya dikagetkan dengan pemberitahuan bahwa ketua FLP Mesir
sudah berganti. Saya tidak dilibatkan dalam pemilihan dan pergantian ketua
tersebut. Saya tak merasa kecewa, sedikit, mungkin. Barangkali saya waktu itu
sulit dihubungi. Pemilihan itu juga karena mendadak, dalam misi “Menyelamatkan
FLP”. Berikutnya kegiatan berjalan seperti biasanya.
Di akhir masa
jabatan, saat laporan pertanggungjawaban dan pemilihan ketua. Kala itu ada sembilan
orang yang hadir. Masing-masing orang memilih dua suara. Saya kaget karena perolehan
suara untuk saya terus bertambah. Ada sembilan suara untuk saya, yang berarti
hampir semua orang di ruangan itu memilih saya. Akhirnya saya terpilih menjadi
ketua. Saya tak tahu kenapa saya bisa jadi ketua. Apakah karena saya anggota
yang paling lama, sementara yang lain masih tergolong anggota baru. Alasan
mereka memilih, apakah karena pengalaman menulis, saya juga tidak yakin.
Momen kebersamaan; pemilihan ketua. |
Awal menjadi ketua
saya tak tahu mau melakukan apa. Ketakutan akan masalah yang sama yang dialami
kepengurusan sebelumnya masih menghantui. Tak ada sekretariat, kekurangan
anggota, dan dana yang surut. Kalau bukan karena teman-teman yang rela
meminjamkan rumahnya untuk menjadi tempat kegiatan, tak tahu lagi mau ke mana.
Kami bedah karya dari rumah teman A, besoknya bedah di rumah B. Ada beberapa
kali yang sempat tetap di satu rumah, ada saatnya berpindah-pindah lagi. Saya
sangat sadar, kegiatan FLP memang benar-benar karena sokongan dari teman-teman.
Soal karya mungkin
belum berpunya, ilmu penulisan belum seberapa. Menjadi ketua FLP Mesir bukan
sekadar jabatan bagi saya. FLP bukan sekadar organisasi belaka. Tapi di sinilah
saya memulai hidup. Tak pernah saya merasa lebih hidup selain saat berada di
FLP. Saya hanya bisa bercanda dan tertawa lepas hanya dengan teman-teman di
FLP. Mereka seperti keluarga. Mungkin yang paling berkesan selama saya di Mesir
ini adalah momen-momen ketika saya di FLP. Bila ditanya, apa yang paling
berkesan dari masa muda saya, dengan gampang saya akan menjawab tiga huruf,
FLP. Ketika tua, forum inilah yang tak kan pernah luput dari ingatan.
*tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Forum Lingkar Pena
No comments:
Post a Comment